Masjid Nabawi Yang Suci, Tempat Idaman Yang Mengalami Perluasan Berturut-turut Sepanjang Masa
Masjid Nabawi di kota Madinah menjadi idaman di hati seluruh kaum muslimin. Para peziarah yang datang ke negeri ini untuk beribadah haji dan umrah pastinya akan menyempatkan diri berkunjung ke masjid tersebut untuk melakukan shalat di dalamnya dan mendoakan keselamatan Rasululah saw beserta para sahabatnya. Pada tahun 2013, kota Madinah memperoleh perhargaan sebagai Ibukota Kebudayaan Islam dari Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO).
Akhir tahun lalu menjadi peristiwa terbesar dalam sejarah perluasan Masjid Nabawi. Proyek perluasan yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Raja Abdullah bin Abdul Aziz Alu Saud tersebut dimaksudkan agar kapasitas Masjid bisa mencapai dua juta jamaah.
Sepanjang sejarah, Masjid Nabawi sudah berulang kali mengalami perluasan. Dari masa Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, Abbasiyyah, Utsmaniyyah hingga proyek perluasan yang dilakukan oleh pemerintah era sekarang yang merupakan perluasan terbesar dalam sejarah.
Masjid Nabawi merupakan tempat pertama di kawasan Jazirah Arab yang penerangannya menggunakan aliran listrik, dan itu terjadi pada tahun 1327 H. Masjid Nabawi juga merupakan masjid kedua yang dibangun Rasulullah saw pada tahun 1 H.
Tanah yang sekarang di atasnya dibangun Masjid Nabawi pada awalnya merupakan lahan tempat mengeringkan buah kurma milik dua orang anak yatim yang bernama Sahal dan Suhail, yang kemudian dibeli Rasulullah.
Oleh Rasulullah Saw, masjid tersebut didesain dengan ukuran 50x49M. Saat itu, kiblatnya masih menghadap Baitul Maqdis. Bersama para sahabat, Rasulullah membuat pondasi awal. Daun kurma dijadikan atap, sementara pohonnya dipakai untuk tiang. Masjid memiliki tiga pintu. Pintu Atikah, pintu Rahmah, dan pintu Jibril. Sementara pada bagian serambi, dibangun suatu tempat yang dipakai untuk berteduh para musafir dan kaum miskin. Tempat itu dikenal dengan sebutan Suffah.
Tidak seluruh bangunan Masjid Nabawi tertutup bagian atasnya. Karenanya, saat hujan datang, orang-orang yang shalat di dalamnya akan terkena tetesan air dari atas. Bangunan masjid masih sangat sederhana, belum megah dan lengkap seperti sekarang. Masjid tersebut mulai terjadi pengembangan sejak tahun ketiga hijriyah.
Perluasan Masjid Nabawi pertama kali dilakukan pada masa Umar bin Khattab. Khalifah Abu Bakar tidak sempat melakukannya karena pada masa beliau disibukkan dengan urusan memerangi orang murtad.
Hal tersebut berbeda pada masa Umar, karena daya tampung Masjid Nabawi sudah tidak mencukupi saking banyaknya orang yang masuk Islam. Kebijakan Umar pertama sebelum melakukan perluasan ialah pembebasan tanah yang ada di sekitar masjid.
Bangunan masjid yang diperluas ialah sisi utara, selatan, dan barat. Sisi utara tidak terjadi perluasan karena terdapat makamnya istri-istri Nabi. Detailnya, sisi barat masjid diperluas 20 hasta (1 hasta = 46,2 cm), sisi selatan (kiblat) 10 hasta, dan sisi utara 30 hasta. Secara keseluruhan panjang masjid dari bagian utara ke selatan menjadi 140 hasta, sementara dari bagian timur ke barat panjangnya 120 hasta.
Model Masjid Nabawi yang direnovasi dan diperluas pada masa Umar ini masih menggunakan pola dan model yang sama seperti pada masa Nabi. Dinding masih dari batu bata, tiangnya dari pohon kurma, dan atapnya dari daun kurma setinggi 11 hasta. Secara keseluruhan, luas masjid setelah dilakukan renovasi adalah 1100 Meter2. Masjid juga sudah memiliki enam pintu; dua dari sisi timur, dua dari sisi barat, dan dua lagi dari sisi utara.
Perluasan Era Khalifah Ustman bin Affan Ra
Pada masa khalifah Ustman bin Affan ra, yakni pada tahun 29 H, daya tampung masjid kembali tidak mencukupi. Para sahabat mengadukan hal tersebut pada sang khalifah. Setelah diadakan musyarawah, masjid sepakat untuk diperluas. Dari sisi selatan (kiblat masjid) ditambah 10 hasta, sisi barat 10 hasta, dan sisi utara 20 hasta. Sisi utara tetap tidak dilakukan penambahan area, dibiarkan sama seperti pada masa khalifah Umar, karena keberadaan makam para istri Nabi.
Secara keseluruhan, dari sisi utara ke selatan menjadi 170 hasta, dan dari sisi timur ke barat menjadi 130 hasta. Tambahan lahan masjid secara keseluruhan 496 Meter2. Pada masa ini, renovasi masjid menjadi perhatian utama. Dinding, tiang, dan atap diganti dengan bahan yang lebih baik dari sebelumnya. Namun demikian, pintu masjid tetap berjumlah 6 (enam).
Dari era kekhalifahan Ustman bin Affan sampai era Walid bin Abdul Malik (yakni hingga tahun 88 H), Masjid Nabawi tidak mengalami perluasan. Walid lantas menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz, gubernur Madinah kala itu, untuk membeli dan membebaskan tanah yang ada di sekitar masjid. Makam para istri Nabi juga masuk dalam rencana perluasan. Area masjid diperluas, makam Nabi pun juga dimasukkan dalam lokasi masjid. Ada tiga sisi yang mengalami perluasan pada masa Walid ini: timur, utara, dan barat. Panjang dinding masjid sebelah selatan menjadi 84 meter, utara 68 meter, dan barat 100 meter. Perluasan yang baru ini diperkirakan seluas 2369 Meter2.
Perluasan pada masa Walid bin Abdul Malik juga ditandai dengan dibangunnya menara masjid untuk pertama kalinya. Ada empat menara yang dibangun di setiap pojoknya. Sementara mihrab imam didesain cekung, berbeda dengan yang sebelumnya.
Setelah perluasan pada masa Walid lama sekali tidak ada proyek perluasan. Hanya sebatas renovasi ringan yang dilakukan oleh khalifah sesudahnya. Namun demikian, pada masa Khalifah al-Mahdi, perluasan masjid kembali dilakukan. Inisiatif itu muncul ketika sang khalifah melakukan ibadah haji dan melihat kondisi masjid. Sang khalifah lantas memerintahkan kepada gubernur kota Madinah saat itu, Ja'far bin Sulaiman, agar melakukan perluasan Masjid Nabawi.
Proyek perluasan pada masa ini berlangsung sangat lama, yakni lima tahun. Perluasan dikhususkan pada sisi masjid bagian utara dan penambahannya hanya 100 hasta. Sehingga panjang masjid menjadi 300 hasta dan lebarnya 80 hasta. Masjid dipercantik dengan berbagai ornamen yang indah. Penambahan lahan diperkirakan mencapai 245 meter.
Pada tahun 654 H Masjid Nabawi mengalami kebakaran. Para khalifah dan penguasa bahu-membahu untuk memperbaikinya kembali. Penguasa yang punya jasa terbesar dalam memperbaiki kondisi masjid pasca kebakaran ialah Khalifah Mu'tashim billah. Dia lalu mengirimkan dana, bahan bangunan, dan para ahli bangunan untuk memperbaiki Masjid Nabawi. Dan proyek perbaikan masjid resmi dimulai pada tahun 655 H.
Kemudian berakhirlah masa kepemimpinan Abbasiyah yang ditaklukkan oleh bangsa Tartar. Selanjutnya raja-raja dan pemimpin kaum muslimin mengadakan kontes untuk membangun kembali Masjid Nabawi yang suci. Ketika kebakaran kedua melanda lagi Masjid Nabawi pada tahun 886 H, kebakaran kali ini lebih banyak menghancurkan bagian atap dari masjid Nabawi, kemudian sampailah kabar ini ke telinga Sultan Qaytbay, seorang yang berprofesi sebagai hakim di Mesir. Lalu beliau mengirimkan berbagai bantuan, dana, tenaga kerja, arsitektur, dan berbagai material untuk membangun kembali bagian atap serta bagian lain yang ikut terbakar, hingga akhirnya pemasangan atap masjid rampung pada tahun 888 H. Setelah itu dibagunlah sebuah mihrab dalam Masjid Nabawi. Dibagian atas masjid banyak dibangun kubah pada masa Ustmaniyah. Ketika Kubah hijau dibangun tepat di kamar Rasulullah SAW, dimana Rasul juga dimakamkan disana, maka nampaklah sangat sempit dari sisi timur masjid. Kemudian dinding masjid sisi timur itu dibongkar dan diperluas kembali dengan menambah 2 ¼ hasta, dan selesailah perluasan dan pembangunan masjid pada tahun 890 H. Perluasan ini terhitung sebagai perluasan terakhir kali selama masa pemerintahan ustmaniyah dan masa pemerintahan Saudi. Area perluasan masjid kala itu bertambah sekitar 120 m2 . Sejak itulah Masjid Nabawi belum pernah direnovasi lagi selama 387 tahun sejak pemerintahan sultan Qaythbay, namun selama masa itu Masjid Nabawi banyak mengalami perbaikan dan reparasi di bagian menara, pintu-pintunya, penggantian bulan sabit yang berada diatas kubah dan menara, perbaikan atau perombakan dinding-dinding masjid dan perbaikan-perbaikan lain yang lazim dilakukan untuk mempercantik sebuah bangunan. Namun semua perbaikan yang dilakukan tadi tidak sampai merobohkan bangunan masjid secara keseluruhan kecuali pada masa sultan Abdul Majid.
Era Sulthan Abdul Majid II
Pada tahun 1265 H, era Khalifah Ustman Abdul Majid II mengirimkan arsitek, insinyur, ahli bangunan, dana dan semua keperluan untuk merenovasi kembali masjid secara total. Lalu di mulailah renovasi kala itu hingga rampung, pembangunan masjid memakan waktu selama kurang lebih 13 tahun. Bahan bangunan yang dipakai saat itu adalah batu merah yang diambil langsung dari sebuah gunung sebelah barat Jamawat di Dzul Khulaifah, (gunung itu saat ini terkenal dengan sebutan jabal haram atau gunung Haram, hingga kini masih terlihat bekas dari sisa pengambilan batu itu untuk Masjid Nabawi). Bebatuan itu dipergunakan untuk membangun tiang-tiang masjid. Adapun pembangunan dinding masjid berasal dari bebatuan jenis basal hitam. Pembangunan masjid kali ini menjadikan Masjid Nabawi sebagai bangungan terbesar dan diyakini sebagai bangunan termegah dan terindah di masa itu. Sebagian kemegahan dan keindahan itu tersisa hingga pembangunan yang dilakukan di era Saudi yaitu pada bagian bangunan yang berbentuk kubah. Hingga saat ini bagian yang berbentuk kubah itu masih nampak kuat dan kokoh. Keistimewaan bangunan ini terletak pada bangunan kubah, sebagai pengganti bagian atap masjid yang biasanya terbuat dari kayu. Atap masjid seluruhnya tertutup dengan kubah. Bagian tengah kubah-kubah ini dihiasi dengan gambar-gambar alami yang sangat indah dan menarik, seperti yang tertulis di dinding kubah-kubah masjid dengan tulisan khat al-Qur`an serta nama-nama dari Rasul SAW dengan gaya khat yang indah dan memukau memakai gaya khat tsulust, huruf-hurufnya di cat keemasan, sehingga menghasilkan sebuah karya dekorasi islam yang sangat menarik. Demikian juga pintu-pintu masjid di desain dengan bentuk dan gaya yang indah dan memukau. Dahulu pada zaman Rasul tiang-tiang penyangga atap kubah dengan menggunakan batang pohon kelapa, kemudian oleh Sultan Abdul Majid ditambah dengan adanya taman pendidikan al-Qur`an dan gudang di sisi masjid sebelah utara. Di sisi sebelah timur masjid diperluas hingga 5 ¼ hasta untuk mendirikan menara utama masjid hingga mendekati pintu masjid yang bernama Pintu Jibril karena keterbatasan lahan waktu itu. Perluasan saat itu mencapai hingga 1293 m2 .
Era Raja Abdul Aziz Alu Saud –rahimahullah-
Setelah konsolidasi menjadi Kerajaan Arab Saudi dibawah kepemimpinan Raja Abdul Aziz Alu Saud, -rahimahullah- maka prioritasnya utamanya adalah merawat dua masjid suci. Beberapa kali perbaikan Masjid Nabawi dilakukan pada tahun 1365 H setelah beberapa dekade mengalami keretakan di bagian utara masjid, selain itu keretakan juga terjadi di beberapa tiang masjid sehingga tidak memukau lagi dipandang mata. Setelah melewati tahap studi kelayakan proyek, akhirnya raja Abdul Aziz menginstruksikan perluasan dan pembangunan masjid. Biaya yang diperuntukkan untuk pembangunan dan perluasan berasal dari berbagai bantuan yang tidak mengikat dan tanpa syarat, jalan-jalan disekeliling masjid pun turut di perluas. Pada tahun 1368 H, dalam pidato resminya raja Abdul Aziz menyatakan keinginannya untuk memperluas kembali masjid Nabawi dan menginstruksikan untuk memulainya. Pada tahun 1370 H dimulailah proyek pembongkaran bangunan yang berada disekeliling Masjid Nabawi. Pada bulan Robiul Awal tahun 1374 H, telah dilakukan upacara peletakan batu pertama yang banyak dihadiri oleh delegasi dari sejumlah Negara-negara Islam. Mengingat bangunan yang didirikan oleh Sultan Abdul Majid masih berkualitas baik dari segi keindahan dan kekokohan, maka saat itu diputuskan untuk menyisakan sebagian besar bangunan yang ada. Perluasan dipusatkan di sebelah sisi timur laut dan sebelah barat Masjid Nabawi. Hingga pada tahun 1375 H pembangunan dan perluasan Masjid Nabawi telah selesai selama era Raja Saud –rahimahullah-, bangunan tampak menjadi lebih kokoh, indah dan memukau setiap insan dengan berbahan semen. Hasil dari perluasan ini maka luas datar Masjid Nabawi bertambah 6033 m2. Bagian kubah pun masih tetap dipertahankan keasliannya seperti era sebelumnya, hingga era Saudi ini luas total bangunan Masjid Nabawi menjadi 12.271 m2.
Perluasan dirancang dengan struktur bangunan beton bertulang untuk tiang-tiang penyangga kubah dengan daya tahan yang kokoh. Pada bagian atap menuju langit-langit atap dibentuk dengan pola kayu balok empat persegi dengan gambar bunga sebagai dekorasinya. Tiang-tiang kubah yang dibuat melengkung bundar berbentuk seperti mahkota perunggu juga ikut didekorasi. Adapun menara adzan tingginya mencapai 72 meter, tiap menara terdiri dari 4 lantai dengan desain yang sama mengikuti menara masjid sebelumnya. Di sela-sela dinding masjid juga dipasang dengan jendela-jendela yang sangat menarik. Masjid dibentuk dalam dua buah piring terpisah tapi tetap merupakan satu objek yang hanya diselingi dengan ruang koridor. Lantai Masjid Nabawi dipasang dengan keramik marmer, pintu masjid bertambah menjadi 10 buah.
Era Raja Faishal –rahimahullah-
Di era Raja Faishal –rahimahullah- Jumlah jamaah yang mengunjungi Masjid Nabawi semakin bertambah banyak, terlebih di musim haji, kapasitas masjid sudah melebihi daya tampung yang ada, realita yang ada menuntut sang raja untuk memberikan pelayanan terhadap jamaah dengan berbagai fasilitas yang disediakan pihak pemerintah, agar mereka dapat berhasil menunaikan manasiknya dengan mudah, aman, nyaman dan keperluan lain yang mendesak bagi jamaah, hal ini menjadikan dorongan untuk mengambil keputusan tentang adanya perluasan Masjid Nabawi. Raja Faishal –rahimahullah- akhirnya menerbitkan surat keputusan untuk perluasan Masjid Nabawi. Perluasan di masa ini dipusatkan pada sisi masjid sebelah barat saja. Perluasan dilakukan dengan menambah lahan seluas 35.000 m2, tak hanya menangani arsitektur saja, namun juga menyiapkan diatas lahan seluas itu dengan tempat shalat yang besar dan luas lengkap dengan atap yang memayunginya. Jumlah jamaah shalat kian hari kian bertambah sehingga menyamai jumlah jamaah yang shalat di dalam Masjid Nabawi. Kemudian luas lahan ditambah lagi sebanyak 5550 m2 , lengkap dengan payung atap yang memayunginya juga. Membludaknya jamaah yang shalat di Masjid Nabawi dapat teratasi dengan perluasan lahan tersebut, itu terjadi pada tahun 1395 H.
Era Raja Khalid –rahimahullah-
Pada masa Raja Khalid –rahimahullah- terjadi kebakaran di pasar Qummasyah pada tahun 1397 H. Kebakaran tersebut tepat berada di sebelah barat daya Masjid Nabawi. Para pemilik lahan dan bangunan rela melepaskannya pasca kebakaran dengan menerima kompensasi (ganti rugi) yang pantas. Sehingga lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk perluasan Masjid Nabawi dikemudian hari nanti, luas lahannya mencapai 43000 m2 berupa tanah lapang saja dan digabungkan dengan lantai Masjid Nabawi meski tanpa bangunan diatasnya. Sebagian lahannya dimanfaatkan sebagai tempat parkir kendaraan.
Era Khadimul Haramain Raja Fahd bin Abdul Aziz –rahimahullah-
Di era Khadimul Haramain Syarifain Raja Fahd bin Abdul Aziz –rahimahullah- beliau menginstruksikan agar dilakukan studi kelayakan proyek, guna perluasan Masjidil Haram Nabawi di Madinah. Dukungan penuh diberikan agar agar kedua masjid suci itu bernilai sama, sebagaimana kedudukan dua masjid suci itu yang mempunyai nilai ruhiyah yang agung di hati seluruh kaum muslimin dibelahan penjuru dunia islam. Pada tahun 1405 H, telah diadakan upacara peletakan batu pertama perluasan Masjid Nabawi. Proyek perluasan pembangunan ini terdiri dari bangunan baru yang bersebelahan dengan bangunan masjid yang sudah ada, bangunan baru itu mengitari dan menghubungkan sebelah utara, timur dan barat, luasnya mencapai 82.000 m2, yang mampu menampung sebanyak 167.000 jamaah shalat. Dengan demikian luas total Masjid Nabawi menjadi 98.500 m2. Bagian lantai paling atas (sutuh) dari perluasan ini juga telah terpasang keramik marmer, yang luasnya mencapai 67.000 m2, sehingga dapat menambah daya tampung jamaah shalat sekitar 90.000 orang, karena itu kapasitas masjid Nabawi pasca perluasan mampu menampung lebih dari 257.000 jamaah shalat, sedangkan total luasnya menjadi 165.500 m2. Dalam perluasan ini juga dibangun lantai dasar (basement) yang berfungsi sebagai tempat menampung berbagai peralatan seperti AC, refrigerator (alat pengatur suhu), dan layanan peralatan lainnya. Selain itu proyek perluasan ini juga membangun halaman yang mengelilingi Masjid Nabawi, yang luasnya mencapai 23.000 m2, lantainya pun telah dipasang marmer dan granit, dengan model desain geometris islami yang bermacam-macam serta menarik, 135.000 m2 diantaranya dikhususkan untuk shalat yang mampu menampung sebanyak 250.000 jamaah shalat, kemungkinan akan bertambah menjadi 400.000 jamaah shalat jika seluruh halaman yang mengitari Masjid Nabawi difungsikan semuanya. Daya tampung Masjid Nabawi jika digunakan semuanya, termasuk halaman yang mengitarinya mencapai 650.000 jamaah waktu normal, mampu menampung 1 juta jamaah diwaktu puncak. Halaman sekitar Masjid ini terdiri dari tempat wudhu, tempat istirahat para jamaah, dan tempat penghubung menuju terminal bus yang berada di dua lantai dasar (bawah tanah). Halaman sekitar Masjid Nabawi ini dikhususkan untuk pejalan kaki, dan diterangi dengan lampu penerangan khusus yang terinstal (terpasang) di 120 tiang marmer. Adapun ditiang-tiang berbatu marmer yang terpajang di halaman Masjid era pembangunan Masjid Nabawi lama dan era pembangunan Saudi I telah didirikannya 12 payung raksasa dengan ketinggian yang sama, tiap payung raksasa dapat menaungi lantai seluas 306 m2, payung-payung raksasa tersebut dapat membuka dan menutup secara otomatis yang berfungsi untuk melindungi jamaah shalat dari terik matahari dan guyuran hujan, sehingga jamaah tetap dapat merasakan udara yang alami baik di saat panas maupun hujan.
Era Khadimul Haramain Raja Abdullah bin Abdul Aziz Alu Saud –Hafidhahullah-.
Di era Khadimul Haramain Syarifain Raja Abdullah bin Abdul Aziz Alu Saud –hafidhahullah- telah meluncurkan proyek perluasan terbesar sepanjang sejarah. Proyek payung-payung raksasa yang diinstruksikan oleh Raja Abdullah bin Abdul Aziz –semoga Allah mendukungnya-, adalah termasuk mega proyek (proyek raksasa), beliau memberi instruksi agar memproduksi dan memasangnya di tiang-tiang marmer yang tersebar di halaman Masjid Nabawi. Jumlahnya mencapai 250 buah payung raksasa, yang dapat memayungi halaman seluas 143.000 m2 dari halaman-halaman yang mengelilingi Masjid Nabawi dari segala arah mata angin, satu payung dapat menaungi sekitar 800 jamaah shalat. Selain itu, terdapat 6 jalur lagi yang dipayungi, yang berada di sebelah jalur selatan masjid. Para peziarah atau jamaah shalat sering melewatinya. Semua payung raksasa diproduksi secara khusus untuk halaman Masjid Nabawi, dengan mengadopsi teknologi canggih, modern dan berkwalitas tinggi. Di tempat produksi, payung raksasa ini telah mengalami rentetan uji coba, hasil yang memuaskan itu diterapkan dan hasilnya dapat bermanfaat luar biasa seperti pada penggunaan payung raksasa sebelumnya. Oleh karena itu payung-payung raksasa yang baru banyak mengalami kemajuan, dengan perbaikan disana sini, bahan materialnya, serta jangkauan luasnya. Payung-payung raksasa ini didesain dengan 2 macam ketinggian yang berbeda satu sama lain. Tinggi pertama adalah 14,40 meter, dan tinggi kedua adalah 15,30 meter. Disaat payung raksasa ini ditutup, semua mempunyai ketinggian yang sama yaitu 21,70 meter. Para jamaah shalat dapat berjamaah dibawah naungan payung-payung tersebut saat matahari terik, disaat hujan pu jamaah akan terbebas dari guyuran air hujan. Mereka akan selamat dari insiden terpeleset dan jatuh, sehingga mereka akan selalu aman dan nyaman saat pulang maupun pergi menuju Masjid Nabawi.